HUKUM MEMELIHARA ANJING

HUKUM MEMELIHARA ANJING

Dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلَّا كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ مَاشِيَةٍ، فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

Barangsiapa memelihara seekor anjing selain anjing untuk berburu atau untuk menjaga ternak, maka pahalanya berkurang dua qirath setiap hari.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Salim berkata: Adalah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Atau anjing untuk menjaga ladang, dan ia adalah orang yang memiliki kebun.” (HR Muslim)

PENJELASAN

Perkataannya dalam hadis Salim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memelihara seekor anjing selain anjing berburu atau anjing untuk menjaga ternak, maka pahalanya berkurang dua qirath setiap hari.”

Dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Atau anjing untuk menjaga ladang.”

Ini merupakan nas yang tegas bahwasanya diharamkan memelihara anjing untuk selain dari tiga kegunaan ini. Barangsiapa memeliharanya selain dari tiga hal itu maka pahalanya berkurang dua qirath setiap hari. Satu qirath adalah satu bagian yang besar. Dan Allah Ta’ala lebih mengetahui ukurannya.

Qirath yang dimaksud di sini bukanlah qirath yang diistilahkan, yaitu satu bagian dari dua puluh empat bagian, karena qirath yang diistilahkan adalah istilah baru. Kita yakin bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan qirath istilah baru. Tidak terlintas qirath istilah baru dalam benak beliau. Dan yang seperti itu adalah sabdanya,

مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ، فَقِيرَاطَانِ

Barangsiapa menyalatkan jenazah, maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa menyaksikannya hingga dikuburkan, maka baginya pahala dua qirath.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Pahalanya berbeda-beda sesuai dengan niat pelakunya.

Perkataannya, “Setiap hari,” artinya kemaksiatan itu dilakukan terus-menerus sehingga ia dihukum atas perbuatannya itu. Dosa kemaksiatan yang dilakukan terus-menerus adalah lebih besar daripada dosa yang dilakukan hanya sekadarnya. Ia melewatkan setiap waktunya dengan dosa tersebut sehingga dosanya bertambah dan terus bertambah.

Perkataannya, “Dan dia adalah orang yang memiliki kebun,” artinya bahwa manusia bersemangat untuk menjaga sesuatu dengan semangat yang lebih besar daripada selainnya. Abu Hurairah bersemangat menjaga dan memerhatikan kebunnya karena ia adalah seorang pemilik kebun.

Baca juga: MENCUCI NAJIS ANJING

Baca juga: MEMASANG GAMBAR MAKHLUK BERNYAWA DI DALAM RUMAH

Baca juga: HUKUM MENCUKUR JENGGOT

(Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di)

Fikih