BOLEH SHALAT TATHAWWU DENGAN DUDUK

BOLEH SHALAT TATHAWWU DENGAN DUDUK

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang shalat dengan duduk. Beliau bersabda,

إِنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ، وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ، وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ

Jika ia shalat dengan berdiri, maka yang demikian itu lebih baik. Barangsiapa mengerjakan shalat dengan duduk, baginya setengah pahala orang yang shalat dengan berdiri. Barangsiapa mengerjakan shalat dengan tidur, baginya setengah pahala orang yang shalat dengan duduk.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan badannya sudah lemah, kebanyakan shalat beliau adalah dengan duduk.” (HR Muslim)

Hadis-hadis di atas merupakan dalil atas bolehnya melakukan shalat tathawwu (sunah) dengan duduk, bahkan dengan berbaring bagi yang mampu berdiri. Jika ia melaksanakannya dengan duduk, maka ia mendapatkan separuh pahala dengan berdiri. Jika ia melaksanakannya dengan tidur, maka ia mendapatkan separuh pahala dengan duduk. Terkait dengan shalat berbaring (bagi orang yang mampu berdiri atau duduk) ada perbedaan di antara para ulama. Pendapat yang unggul adalah boleh dilakukan.

Begitu juga, seseorang diperbolehkan shalat tathawwu lalu membaca ayat dengan posisi duduk. Ketika mendekati saat untuk rukuk, ia berdiri lalu menyempurnakan bacaannya kemudian rukuk.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia belum pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun mengerjakan shalat malam dengan duduk hingga beliau tua. Pada awalnya beliau membaca ayat dengan duduk hingga ketika beliau hendak rukuk, beliau berdiri lalu membaca sekitar tiga puluh atau empat puluh ayat, kemudian rukuk. (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah)

asy-Syaukani rahumahullah berkata, “Hadis tersebut menunjukkan bolehnya mengerjakan sebagian shalat tathawwu dengan duduk dan sebagian lagi dengan berdiri, serta sebagian rakaat dengan duduk dan sebagian lagi dengan berdiri.

al-Iraqi rahumahullah berkata, “Begitu juga halnya, apakah ia sedang berdiri lalu duduk atau sedang duduk lalu berdiri. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama seperti Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad.” (Lihat Nailul Authar)

Adapun cara duduk adalah sebagaimana duduk di dalam shalat.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat dengan duduk bersila.” (Sahih. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dan Ibnu Khuzaimah)

Disebutkan pada hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Sunah dalam shalat adalah engkau menegakkan kakimu yang kanan dan melipat kakimu yang kiri.” (HR al-Bukhari dan Abu Dawud)

Atas dasar ini, maka orang yang shalat tathawwu dengan duduk boleh duduk dengan cara iftirasy dan boleh pula dengan cara bersila. Sebenarnya ada perbedaan di antara para ulama mengenai cara duduk yang terbaik di saat duduk dalam shalat. Namun perbedaan tersebut hanya berkisar pada aspek afdhaliyah saja, sedangkan mereka semua sepakat atas bolehnya duduk dengan cara apa pun yang ia mau.

Seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat sunah di atas kendaraan. Ia berisyarat ke arah mana saja kendaraan menghadap. (HR al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa-i)

Baca juga: MENDATANGI SHALAT DENGAN TENAN

Baca juga: KAPAN MAKMUM MULAI BERDIRI UNTUK SHALAT BERJAMAAH?

Baca juga: NIAT MENJADI IMAM DAN MAKMUM

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih