ISTRI BERPERANGAI BURUK KEPADA SUAMI

ISTRI BERPERANGAI BURUK KEPADA SUAMI

Taat kepada suami dalam hal yang makruf dan bukan kemaksiatan kepada Allah termasuk kewajiban yang paling utama bagi seorang perempuan. Ia harus menunaikannya dengan sesempurna dan sebaik mungkin. Dengan demikian, kehidupan rumah tangga akan kokoh, dan kehidupan suami istri akan lurus.

Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ الْوَدُودُ، الْوَلُودُ، الْعَؤُودُ، الَّتِي إِذَا ظُلِمَتْ، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ، لَا أَذُوقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَ

Maukah aku beritahu tentang perempuan-perampuan penghuni Surga? (Mereka adalah) perempuan yang pengasih, banyak anak (subur), dan berperilaku baik. Jika ia dizalimi (suaminya marah kepadanya), ia berkata, ‘Ini tanganku berada di tanganmu. Aku tidak bisa memejamkan mataku hingga engkau rida.’” (HR ath-Thabrani dan ad-Daruquthni. Lihat Shahihul Jami’)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang para laki-laki penghuni Surga? (Yaitu) seorang nabi berada di Surga, seorang shiddiq (orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul) berada di Surga, seorang syahid berada di Surga, seorang bayi berada di Surga, dan seseorang yang mengunjungi saudaranya di pelosok yang ia niatkan karena Allah semata berada di Surga. Sedangkan para perempuan yang termasuk penghuni Surga adalah perempuan yang pengasih, yang subur (banyak anak), dan yang berperangai baik kepada suaminya. Jika suaminya marah, ia akan mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya seraya berkata, ‘Aku tidak bisa memejamkan mataku hingga engkau meridaiku.’” (HR ar-Razi dan Abu Nu’aim. Lihat as-Silsilatush Shahihah)

Perempuan yang bermaksiat kepada suaminya di rumah bagaikan setan yang berada di sarangnya. Hal itu hanya akan memperkeruh umur, menyesakkan dada, dan membuat aib dalam kehidupan. Jadi, perbuatan tersebut hanya akan melenyapkan kebahagian dan mendatangkan kebinasaan, menghilangkan ketenangan hidup dan menjadi sumber kepayahan.

Dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga perkara termasuk kebahagiaan dan tiga perkara termasuk kebinasaan. (Tiga perkara yang) termasuk kebahagiaan adalah: (1) Seorang istri yang menyenangkan jika engkau pandang. Jika engkau tidak ada di sisinya, ia akan menjaga dirinya dan hartamu; (2) Kendaraan yang patuh kepadamu yang membawamu menemui sahabat-sahabatmu. (3) Tempat tinggal yang luas yang banyak perabotnya. (Sedangkan tiga perkara yang) termasuk kebinasaan adalah: (1) Seorang istri yang tidak menyenangkan jika engkau pandang dan mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepadamu. Jika engkau tidak berada di sisinya, ia tidak bisa menjaga dirinya dan hartamu. (2) Kendaraan yang pelan jalannya. Jika engkau memukulnya, justru ia akan melelahkanmu. Jika engkau membiarkannya, maka ia tidak akan membawamu bertemu sahabat-sahabatmu. (3) Tempat tinggal yang sempit yang sedikit perabotnya.” (HR Hakim dan Ibnu ‘Asakir. Lihat as-Silsilatush Shahihah)

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama putrinya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ini anakku. Ia tidak mau menikah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak tersebut, “Taatilah bapakmu!

Anak itu menjawab, “Demi Zat Yang telah mengutus engkau dengan membawa kebenaran, aku tidak mau menikah hingga engkau memberitahuku hak suami atas istrinya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَقُّ الزَّوْجِ عَلَى زَوْجَتِهِ أَنْ لَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ فَلَحَسَتْهَا، مَا أَدَّتْ حَقَّهُ

Hak suami atas istrinya adalah jika suami mempunyai bisul, lalu sang istri menjilatinya, itu belum cukup memenuhi hak suaminya.” (HR Ahmad. Lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُرِيتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ

Neraka diperlihatkan kepadaku. Ternyata mayoritas penghuninya adalah perempuan. Mereka kufur (mengingkari).”

Ditanyakan, “Apakah mereka kufur (mengingkari) kepada Allah?”

Beliau bersabda,

يَكْفُرْنَ العَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Mereka mengingkari suami dan mengingkari perbuatan baiknya. Jika engkau telah berbuat baik kepada perempuan (istri) dalam waktu lama, kemudian ia melihat sesuatu (yang menyakitkannya) darimu, maka ia berkata, ‘Aku belum pernah melihat kebaikan pada dirimu.’” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari Asma radhiyallahu ‘anha, putri Zaid al-Anshari, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berjalan melewatiku ketika aku berada di rumah tetangga teman akrabku. Lantas beliau mengucapkan salam kepada kami dan bersabda, “Jauhilah oleh kalian mengkufuri orang-orang yang telah diberi nikmat!

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang disebut dengan mengkufuri orang-orang yang telah diberi nikmat itu?”

Beliau menjawab, “Mungkin di antara kalian ada yang hidup melajang dalam rentang waktu lama bersama kedua orang tuanya. Kemudian Allah memberinya rezeki berupa seorang suami. Setelah itu, Allah juga memberinya rezeki berupa seorang anak. Namun ketika ia marah, ia mengkufuri suaminya dengan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikit pun pada darimu.’” (HR al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad dan Ahmad. Lihat as-Silsilatush Shahillah)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِثْنَانِ لَا تَجَاوَزَ صَلَاتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا: عَبْدٌ أَبَقَ مِنْ مَوَالِيهِ حَتىَّ يَرْجِعَ إِلَيهِمْ، اِمْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتىَّ تَرْجِعَ

Dua golongan manusia yang salatnya tidak melampaui kepalanya (tidak diterima), yaitu (1) Seorang budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali kepada tuannya, dan (2) Seorang perempuan yang bermaksiat kepada suaminya hingga ia kembali (tidak bermaksiat lagi).” (HR ath-Thabrani. Lihat as-Silsilatush Shahihah)

Dari Hushain bin Mihsan, dari bibinya, bahwa ia (sang bibi) pernah masuk ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk suatu keperluan. Ia pun menyelesaikan keperluannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟

Apakah engkau telah bersuami?

Ia menjawab, “Sudah.”

Beliau bertanya lagi,

فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ؟

Bagaimana sikapmu kepadanya?

Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak sanggup mengerjakannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

Perhatikanlah hubunganmu dengannya, karena ia adalah Surgamu dan Nerakamu.” (HR an-Nasa-i dan Ahmad. Lihat as-Silsilatush Shahihah)

Cukuplah balasan bagi orang yang bermaksiat kepada suaminya, yaitu doa keburukan yang diucapkan oleh istri-istri akhiratnya (bidadari).

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari kalangan bidadari berkata, ‘Jangan sakiti dia! Semoga Allah membalasmu. Ia (suami) hanyalah seorang tamu bagimu. Sebentar lagi ia akan meninggalkanmu menuju kepada kami.’” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadis ini dihukumi sebagai hadis sahih oleh Syekh al-Albani)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta perlindungan kepada Allah dari istri semacam ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Salah satu doa yang dipanjatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ جَارِ السُّوءِ، وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِيْ قَبْلَ الْمَشِيبِ، وَمِنْ وَلَدٍ يَكُونُ عَلَيَّ رَبًّا، وَمِنْ مَالٍ يَكُونُ عَلَيَّ عَذَابًا، وَمِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ عَينُهُ تَرَانِي، وَقَلْبُهُ يَرْعَانِي، إِنْ رَأَى حَسَنَةً دَفَنَهَا، وَإِنْ رَأَى سَيِّئَةً أَذَا عَنَا

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tetangga yang jahat, dari istri yang menjadikan diriku beruban sebelum waktunya, dari anak yang memosisikan dirinya sebagai tuan bagi diriku, dari harta yang menjadi azab bagiku, dan dari teman yang berbuat makar yang matanya melihatku, tetapi hatinya selalu mengamatiku. Jika melihat kebaikan pada diriku, maka ia menyimpannya. Jika melihat kejelekan pada diriku, maka ia menyebarkannya.” (HR ath-Thabrani. Lihat as-Silsilatush Shahihah)

Baca juga: KESETIAAN DAN TOLERANSI DALAM PERGAULAN SUAMI ISTRI

Baca juga: ISTRI NUSYUZ DIANCAM NERAKA

Baca juga: SYARAT MENAFKAHI ISTRI

(Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi)

Adab