Mujahadah atau berjihad adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga melawan diri sendiri dan orang lain.
Berjihad melawan diri sendiri sangat sulit dilakukan. Seseorang tidak akan mampu berjihad melawan orang lain sebelum berhasil berjihad melawan diri sendiri.
Melaksanakan ketaatan sangat sulit dilakukan, kecuali oleh orang yang mendapatkan pertolongan Allah. Meninggalkan kemaksiatan juga demikian. Oleh karena itu, seseorang harus berusaha dengan sungguh-sungguh melawan diri sendiri dalam melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, terutama orang yang lemah keinginannya untuk melakukan kebaikan. Ia harus memaksakan diri untuk melakukan kebaikan.
Yang paling penting dalam masalah ini adalah berjihad melawan diri sendiri untuk selalu ikhlas karena Allah Azza wa Jalla dalam beribadah, karena keikhlasan adalah perkara yang sangat berat. Sebagian ulama salaf bahkan berkata, “Aku tidak melawan diri sendiri untuk sesuatu sebagaimana melawannya untuk selalu ikhlas.” Oleh karena itu, balasan bagi orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan ikhlas karena Allah adalah diharamkannya api Neraka menjilatinya.
Kapankah seseorang mampu merealisasikan kalimat itu? Sesungguhnya ikhlas merupakan perkara yang sangat berat, bahkan paling berat. Dikatakan demikian karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu di atas, dihormati, dipuji, dan dikatakan kepadanya “Ia seorang yang ahli ibadah,” “Ia suka melakukan kebaikan,” dan sebagainya, sehingga setan menyusup ke dalam hatinya dan menggodanya. Akhirnya ia melakukan kebaikan karena ingin dilihat orang atau riya’. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ رَاءَي رَاءَي اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ
“Barangsiapa riya’ (beramal karena ingin dilihat orang), maka Allah akan memperlihatkannya. Dan barangsiapa sum’ah (beramal karena ingin didengar), maka Allah akan memperdengarkannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Yaitu, Allah akan membuka kebohongannya di hadapan orang lain. Na’udzubillah.
Selain ikhlas, seseorang juga perlu berjihad melawan diri sendiri dalam melakukan ketaatan. Contohnya puasa. Puasa sangat berat karena harus meninggalkan makan, minum, dan berhubungan badan. Puasa sangat berat kecuali bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Ketika memasuki bulan Ramadan sebagian orang merasa seakan-akan gunung besar berada di atas punggungnya. Mereka menganggap puasa memberatkan dan melelahkan. Di antara mereka ada yang melewati siang dengan tidur, dan melewati malam dengan begadang untuk urusan yang tidak baik.
Di antara ibadah yang berat bagi jiwa sehingga memerlukan kesungguhan dalam mengerjakannya adalah salat berjamaah. Banyak orang mudah melaksanakan salat di rumah, tetapi berat mengerjakan secara berjamaah di masjid. Mereka berkata, “Aku masih harus mengerjakan ini dan itu,” sehingga ia tertinggal salat berjamaah. Beratnya hati seseorang untuk mengerjakan salat berjamaah merupakan tanda kemunafikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَثْقَلُ الصَّلَوَاتَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، لَوْ يَعْلْمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا حَبْوًا
“Salat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat Isya dan salat Fajar (Subuh). Seandainya mereka mengetahui pahala keduanya, mereka pasti mendatanginya (berjamaah) walaupun dengan merangkak.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Selain mengerjakan ibadah, meninggalkan perbuatan haram juga memerlukan kesungguhan. Kebanyakan perbuatan yang diharamkan Allah sangat berat ditinggalkan oleh sebagian orang. Contohnya adalah merokok.
Banyak orang menghisap asap yang berbahaya ini. Awalnya para ulama berbeda pendapat tentang merokok. Sebagian berpendapat halal, sebagian lainnya mengganggap haram. Ada pula yang berpendapat makruh. Sebagian mengiaskan dengan khamar dan dihukumi seperti khamar. Akan tetapi, setelah jelas bahayanya, mereka tidak ragu-ragu untuk mengatakan bahwa merokok haram. Para dokter pun sepakat tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Bahkan merokok menyebabkan berbagai penyakit kronis yang berujung kematian. Ketika sedang berbincang-bincang atau tidur di rumahnya jantung seorang perokok tiba-tiba berhenti berdetak dan akhirnya menemui ajal.
Banyaknya kasus seperti ini menunjukkan bahwa merokok sangat berbahaya. Apapun yang membahayakan manusia hukumnya haram, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepadamu.” (QS an-Nisa’: 29)
Perokok biasanya sulit untuk tidak merokok. Jika saja ia mau berusaha sekuat tenaga melepaskan diri sedikit demi sedikit dari merokok dan menjauhi para perokok, maka lambat laun ia akan membenci bau asap rokok. Dengan demikian ia mampu melepaskan diri dari merokok. Ia termasuk orang yang berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah Ta‘ala yang menerangkan pahala mereka:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar–benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS al-’Ankabut: 69)
Perbuatan haram lain yang perlu kesungguhan meninggalkannya adalah mencukur jenggot.
Mencukur jenggot hukumnya haram, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺧَﺎﻟِﻔُﻮﺍ ﺍﻟْﻤَجُوسَ، ﺧَﺎﻟِﻔُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ، ﻭَﻓِّﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ ﻭَﺣُﻔُّﻮﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏَ
“Selisihilah orang-orang majusi, orang-orang musyrik. Peliharalah (jenggot), dan rapikanlah kumis.” (HR al-Bukhari)
Tidak sedikit orang mengikuti hawa nafsunya dengan mencukur jenggot. Kita tidak mengerti apa yang ia dapatkan dari mencukur jenggot selain akumulasi maksiat yang melemahkan iman. Na’udzubillah. Karena ahli sunah waljamaah berpendapat bahwa maksiat mengurangi iman, maka orang yang mencukur jenggot telah mengurangi imannya.
Baca juga: BERJIHAD MELAWAN ORANG LAIN
Baca juga: JIHAD PADA JALAN ALLAH
Baca juga: MEMBANTU DALAM KETAATAN KEPADA ALLAH
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)