BERDAKWAH PERLU KESABARAN

BERDAKWAH PERLU KESABARAN

Dari Abi Abdurrahman bin Abdillah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Seakan-akan aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menceritakan kepada kami tentang seorang nabi dari para nabi yang dipukuli kaumnya hingga berdarah. Ia mengusap darah dari wajahnya sambil berdoa,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي، فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

PENJELASAN

Hadis ini menceritakan tentang kejadian yang dialami oleh para nabi ‘alaihim ash-shalaatu wa sallam. Para nabi dibebani oleh Allah Ta’ala dengan risalah (tugas menyampaikan wahyu) karena mereka memang layak untuk itu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

اَللّٰهُ اَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسٰلَتَهٗ

Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya.” (QS al-An’am: 124)

Mereka (para nabi) adalah orang-orang yang layak untuk memikul, menyampaikan, berdakwah, memerintahkan kebaikan, melarang kemungkaran, dan bersabar atas semua itu.

Para rasul alaihim ash-shalaatu wassalam disakiti dengan ucapan dan perbuatan, bahkan ada yang sampai pada pembunuhan. Allah Ta’ala menjelaskan hal itu di dalam Kitab-Nya ketika Dia berfirman melalui nabi-Nya:

 

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوْا عَلٰى مَا كُذِّبُوْا وَاُوْذُوْا حَتّٰٓى اَتٰىهُمْ نَصْرُنَا ۚوَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِ اللّٰهِ ۚوَلَقَدْ جَاۤءَكَ مِنْ نَّبَإِ۟ى الْمُرْسَلِيْنَ، وَاِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ اِعْرَاضُهُمْ فَاِنِ اسْتَطَعْتَ اَنْ تَبْتَغِيَ نَفَقًا فِى الْاَرْضِ اَوْ سُلَّمًا فِى السَّمَاۤءِ فَتَأْتِيَهُمْ بِاٰيَةٍ ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدٰى فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ

Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Dan tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat (ketetapan) Allah. Dan sungguh telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu.  Dan jika keberpalingan mereka terasa berat bagimu (Muhammad), maka sekiranya engkau dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit lalu engkau dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah).” Yakni, jika kamu bisa melakukannya, maka lakukanlah. “Dan sekiranya Allah menghendaki, tentu Dia jadikan mereka semua mengikuti petunjuk.” Tetapi hikmah telah menetapkan bahwa mereka mendustakanmu, sehingga kebenaran menjadi jelas dari kebatilan setelah perjuangan dan perdebatan. “Sebab itu, janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS al-An’am: 34-35)

Rasul kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang nabi yang dipukuli oleh kaumnya. Mereka memukulnya karena mendustakannya hingga wajahnya berdarah. Nabi tersebut kemudian mengusap darah dari wajahnya dan berkata, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Ini merupakan puncak kesabaran, sebab jika seseorang dipukul karena urusan duniawi biasanya dia akan marah dan akan balas memukul.

Nabi ini mengajak kaumnya untuk menyembah Allah. Dia tidak mengambil upah dari dakwahnya. Meski demikian, mereka memukulnya hingga wajahnya berdarah. Dia mengusap darah dari wajahnya dan berkata, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Cerita yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita ini bukan omong kosong. Beliau menyampaikan cerita ini agar kita bisa memetik pelajaran dari kisah ini dan menjalankan kehidupan berdasarkan pelajaran tersebut, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ

Sungguh pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (QS Yusuf: 111)

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini adalah bahwa dalam berdakwah di jalan Allah kita harus bersabar terhadap gangguan yang menyakiti kita, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Selain itu, kita harus bersabar terhadap cercaan yang kita dengar atau yang dialamatkan kepada kita selama menjalankan dakwah di jalan Allah. Kita anggap semua itu sebagai pengangkat derajat dan penghapus dosa-dosa kita. Bisa jadi dalam berdakwah terdapat kekurangan-kekurangan, seperti kurang ikhlas atau kurang dalam cara dan metode berdakwah. Jadi, gangguan atau cercaan yang kita dengar menjadi penghapus kesalahan yang kita lakukan, karena manusia, bagaimanapun ia berusaha, tetap memiliki kekurangan. Tidak mungkin dia beramal secara sempurna, kecuali jika Allah menghendaki.

Apabila seseorang tertimpa kesulitan dan gangguan saat berdakwah di jalan Allah, hal itu merupakan bagian dari penyempurna dakwahnya, sekaligus pengangkat derajatnya. Oleh karena itu, hendaklah ia bersabar dan mengharapkan pahala. Jangan sekali-kali berpaling dan berkata, “Aku tidak harus melakukannya. Aku mengalami kesulitan. Aku disakiti. Aku sudah lelah,” Kewajiban dia adalah bersabar. Dunia tidak berlangsung lama, hanya dalam hitungan hari. Setelah itu, dunia akan sirna. Oleh karena itu, bersabarlah hingga Allah datang dengan perintah-Nya.

Dalam perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Seakan-akan aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menceritakan kepada kami…” terdapat dalil bahwa orang yang menyampaikan atau mengabarkan sesuatu harus menyampaikan dengan cara yang mendukung ketepatan dan akurasi beritanya. Hal seperti ini biasa dilakukan oleh banyak orang. Mereka berkata, “Seakan-akan aku melihat si fulan ketika dia berkata kepada kami begini dan begitu.” Yaitu, seakan-akan aku melihatnya sekarang, seakan-akan aku mendengar ucapannya sekarang.

Baca juga: MENUNJUKKAN DAN MENYERUKAN KEBAIKAN

Baca juga: BERSABAR DARI GANGGUAN ORANG LAIN DAN MEMAAFKAN

Baca juga: MENJAGA DIRI, MERASA CUKUP, DAN BERSABAR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kisah Riyadhush Shalihin