BERDAKWAH KE THAIF

BERDAKWAH KE THAIF

Setelah Abu Thalib wafat, orang-orang kafir Quraisy menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara-cara yang sebelumnya tidak bisa mereka lakukan ketika Abu Thalib masih hidup. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar Makkah menuju Thaif untuk mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari para pemimpin Tsaqif dalam menghadapi kaumnya. Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berharap mereka mau menerima Islam.

Beliau pergi ke Thaif pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian, tiga bulan delapan hari setelah Khadijah wafat, dengan didampingi oleh Zaid bin Haritsah.

Beliau bertemu dengan para pemimpin Tsaqif yang merupakan putra-putra Amru bin Umair, yaitu Abdu Yalail bin Kulal, Mas’ud, dan Habib. Beliau menawarkan Islam kepada mereka, namun mereka menolaknya. Bahkan mereka mengejeknya.

Ketika beliau telah berputus asa dari kebaikan orang-orang Tsaqif, beliau meminta agar mereka merahasiakan pembicaraan di antara mereka sehingga tidak menyulut keributan massa. Namun mereka tidak melakukannya. Mereka bahkan menyuruh orang-orang bodoh dari kalangan mereka serta budak-budak mereka untuk mencaci maki dan meneriaki beliau sehingga berkumpullah orang-orang mengerumuni beliau.

Beliau terpaksa berlindung di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, putra-putra Rabi’ah. Kebetulan saat itu mereka tengah berada di sana. Oleh karena itu, orang-orang bodoh dari Bani Tsaqif yang mengikuti beliau pun menyingkir.

Beliau duduk berlindung di bawah pohon anggur. Putra-putra Rabi’ah menyaksikan peristiwa yang dialami beliau.

Ketika beliau telah nyaman dalam duduknya, beliau berkata, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadukan betapa lemahnya aku, betapa sedikitnya upayaku dan betapa hinanya diriku pada pandangan manusia. Wahai Rabb Yang Mahapenyayang, Engkaulah Rabb orang-orang lemah, dan Engkaulah Rabb-ku. Kepada siapakah Engkau akan serahkan diriku ini? Kepada orang jauh yang senantiasa memerangiku atau kepada musuh yang Engkau kuasakan urusanku kepadanya? Seandainya tak ada kemurkaan-Mu pada diriku, niscaya aku tidak peduli. Akan tetapi, naungan kesejahteraan-Mu lebih luas untukku. Aku berlindung dengan cahaya Wajah-Mu yang telah menerangi kegelapan bagiku, dan dengannya segala urusan dunia dan akhirat menjadi baik, dari kemurkaan-Mu yang akan diturunkan kepadaku, atau dari kemarahan-Mu kepadaku. Hanya kepada-Mu aku mengadu hingga Engkau rida. Tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu.”

Ketika putra-putra Rabi’ah melihat keadaan beliau, rasa kasihan tergerak di hati mereka. Mereka memerintahkan Addas, budak mereka yang beragama Nasrani untuk memberi beliau anggur.

Beliau menerimanya dan membaca ‘bismillah’ sebelum memakannya. Ini membuat Addas terkejut. Namun keterkejutannya hilang begitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu bahwa beliau adalah seorang nabi.

Ia segera mencium kepala, kedua tangan, dan kedua kaki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua putra Rabi’ah berusaha menjauhkan Addas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata kepada Addas, “Jangan sampai ia memalingkanmu dari agamamu. Sesungguhnya agamamu lebih baik daripada agamanya.”

Sementara itu orang-orang bodoh dari Thaif menunggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membentuk dua barisan. Ketika beliau melewati mereka, mereka melempari kedua kaki beliau dengan batu setiap kaki beliau melangkah. Mereka terus mengulanginya sehingga kaki beliau berdarah. Itu merupakan cobaan yang paling berat yang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam jihadnya.

Baca sebelumnya: KHADIJAH WAFAT DAN PERNIKAHAN DENGAN SAUDAH

Baca sesudahnya: DUA DUKUNGAN MORIL DALAM DAKWAH RASULULLAH

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah