BEBERAPA CATATAN TERKAIT DENGAN PEMBATAL-PEMBATAL WUDHU

BEBERAPA CATATAN TERKAIT DENGAN PEMBATAL-PEMBATAL WUDHU

🏀 Darah tidak membatalkan wudhu, baik sedikit maupun banyak (rujuk kembali pada hukum darah, dalam bab hukum-hukum najis).

🏀 Muntah atau qalas (sesuatu yang keluar dari perut ketika perut terisi penuh) tidak membatalkan wudhu, karena tidak ada satu pun dalil sahih dan jelas yang menyebutkan bahwa wudhu batal karenanya. Adapun hadis dari Abu Darda yang menyatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah muntah, lalu beliau berbuka,” dan Tsauban yang berkata, “Aku yang menuangkan air wudhu kepadanya,” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad), tidak secara jelas menunjukkan bahwa wudhu beliau disebabkan oleh muntah. Hadis tersebut lebih menunjukkan bahwa beliau muntah dan bertepatan dengan waktu wudhu.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Tidak ada di dalamnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa muntah, hendaklah ia berwudhu,’ dan juga tidak ada di dalamnya bahwa beliau berwudhu disebabkan oleh muntah.”

🏀 Sesuatu yang keluar dari rahim perempuan berupa cairan berwarna putih, darah berwarna merah kekuning-kuningan (ash-shufrah), darah berwarna merah kehitam-hitaman (al-kudrah), darah berwarna merah seperti air bekas cucian daging, atau darah berwarna merah murni, jika darah tersebut keluar di luar masa haid, maka tidak ada kewajiban wudhu dan mandi atasnya. Begitu juga darah yang dilihat oleh perempuan hamil pada masa haidnya.

🏀 Tertawa terbahak-bahak tidak mengharuskan berwudhu, baik dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat (meskipun hal itu membatalkan shalat). Tertawa terbahak-bahak adalah tercela, dan lebih tercela lagi jika dilakukan dalam shalat. Sikap seperti ini tergolong adab yang buruk dan menunjukkan kurangnya pengagungan terhadap syiar-syiar Allah Ta’ala.

🏀 Apabila seseorang dihinggapi keraguan atau dikhayalkan apakah telah keluar sesuatu darinya atau tidak (apakah ia telah berhadas atau tidak), maka hal itu tidak membahayakannya dan tidak membatalkan wudhunya, kecuali jika ia yakin bahwa ia benar-benar telah berhadas. Hal ini berdasarkan hadis Abbad bin Tamim dari pamannya, yang menyatakan bahwa telah diadukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang ragu-ragu apakah ia mendapatkan sesuatu (kentut) dalam shalatnya. Maka beliau bersabda,

لَا يَنْفَتِلْ أَوْ لَا يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Janganlah engkau pindah atau pergi hingga engkau mendengar suara atau mencium baunya.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Artinya, ia mengetahui keberadaan salah satu di antara keduanya dan tidak disyaratkan harus mendengar atau mencium baunya. Demikian menurut kesepakatan kaum muslimin.”

🏀 Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Orang yang tahu bahwa dia telah berwudhu tetapi ragu apakah ia telah berhadas atau belum, maka dia masih dianggap suci. Sebaliknya, orang yang berhadas tetapi ragu apakah ia telah berwudhu atau belum, maka dia dianggap berhadas. Dua keadaan ini dibangun berdasarkan pengetahuannya sebelum keraguan itu muncul, dan keraguan tersebut tidak mempengaruhi keadaan sebelumnya.”

🏀 Orang yang makan atau minum tidak berkewajiban berwudhu. Jika makanan tersebut berlemak, maka ia cukup berkumur-kumur. Hal ini didasarkan pada hadis yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Muslim, yaitu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum segelas susu, kemudian beliau meminta air, berkumur-kumur dengan air tersebut, lalu berkata,

إِنَّ لَهُ دَسَمًا

Sesungguhnya ia memiliki lemak.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i)

🏀 Keluarnya angin dari kemaluan laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu, karena angin bukanlah sesuatu yang biasa keluar dari tempat tersebut. Namun, dalam permasalahan ini terdapat khilaf (perbedaan pendapat).

🏀 Menyentuh kemaluan anak kecil tidak membatalkan wudhu, menurut pendapat yang lebih kuat. Dengan demikian, barangsiapa yang bertugas membersihkan anak-anak kecil dan menyentuh kemaluan mereka, maka wudhunya tidak batal.

🏀 Ketahuilah bahwa jatuhnya najis ke badan manusia tidak membatalkan wudhu. Orang tersebut hanya wajib menghilangkan najis tersebut. Ia tetap dalam keadaan berwudhu jika sebelumnya memang sudah berwudhu.

Baca juga: BALASAN BAGI ORANG YANG DITINGGAL MATI ORANG YANG DICINTAINYA

Baca juga: ADAB BERDOA

Baca juga: FARDHU-FARDHU WUDHU

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih