SIFAT SALAT NABI – BANGUN DARI RUKUK

SIFAT SALAT NABI – BANGUN DARI RUKUK

Setelah rukuk dan setelah membaca tasbih, hal yang dilakukan oleh orang yang sedang salat adalah bangun dari rukuk dengan mengangkat kedua tangan, seperti ketika takbiratul ihram dan hendak rukuk, sambil mengucapkan, “Sami’allahu liman hamidah.”

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan Malik bin Huwairits radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan ketika beliau bangun dari rukuk. (HR al-Bukhari)

Dari Rifa’ah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا

Kemudian rukuklah hingga engkau benar-benar rukuk dengan tuma’ninah, kemudian bangunlah hingga engkau berdiri tegak.” (HR Ahmad)

Bacaan Ketika Bangun dari Rukuk

Ketika bangun dari rukuk orang yang sedang salat mengucapkan,

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Allah Mahamendengar siapa yang memuji-Nya.”

Makna ‘Sami’allahu liman hamidah’ adalah Allah memperkenankan siapa saja yang memuji-Nya. Maksud perkenan Allah bagi siapa yang memuji-Nya adalah Allah memujinya karena ia telah memuji-Nya.

Setelah berdiri dengan i’tidal (tegak) dan setelah membaca ‘Sami’allahu liman hamidah’, orang yang sedang salat mengucapkan,

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Ya Rabb kami, dan bagi-Mu segala pujian.”

Rabbana wa lakal hamd’ diucapkan karena sebelumnya, pada saat bangun, ia mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah.’

Jadi, bacaan lengkap ketika bangun dari rukuk adalah,

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu terkait sifat salat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Setelah itu beliau mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah’ ketika beliau mengangkat tulang punggung dari rukuk. Setelah itu beliau mengucapkan saat berdiri, ‘Rabbana lakal hamd.’”

Riwayat lain menyebutkan, ‘Rabbana wa lakal hamd.” (dengan tambahan wa) (HR al-Bukhari)

Boleh mengucapkan, ‘Rabbana lakal hamd’ tanpa wawu atau mengucapkan, ‘Allahumma rabbana lakal hamd’ atau ‘Allahumma rabbana wa lakal hamd.’

Keempat bacaan ini adalah sunah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu, hendaklah sesekali kita mengucapkan bacaan yang ini dan sesekali mengucapkan bacaan yang itu di beberapa waktu yang berbeda, bukan di satu waktu secara bersamaan.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun dari rukuk mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah, Rabbana wa lakal hamd.’ (HR al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda, ‘Allahumma Rabbana lakal hamd.’ (HR al-Bukhari)

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ

“Apabila imam mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ maka ucapkanlah, ‘Allahumma Rabbana lakal hamd.’” (HR al-Bukhari)

Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengangkat punggungnya dari rukuk mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidahu, Allahumma Rabbana lakal hamd.'” (HR Muslim)

Setelah itu mengucapkan,

مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَمَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ، أَهْلَ اَلثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ اَلْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ، اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا اَلْجَدِّ مِنْكَ اَلْجَدُّ

Sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh ruang antara keduanya, dan sepenuh apa pun yang Engkau kehendaki setelah itu, wahai Rabb yang patut dipuji dan diagungkan, yang paling berhak dikatakan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tiada pula yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Kekayaan seseorang tidak akan memberinya manfaat (selain iman dan amal baik). Hanya dari-Mu juga kekayaan itu.”

Dari Abdullah bin Abu Aufa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun dari rukuk mengucapkan,

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَمَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Allah membalas bagi orang yang memuji-Nya. Ya Allah ya Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh ruang antara keduanya, dan sepenuh apa pun yang Engkau kehendaki setelah itu.”

Riwayat lain menyebutkan,

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Ya Allah, bagi-Mu segala puji sepenuh langit, sepenuh bumi, dan sepenuh apa pun yang Engkau kehendaki setelah itu.” (HR Muslim)

Hadis serupa juga diriwayatkan dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, dengan tambahan,

أَهْلَ اَلثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ اَلْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ، اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا اَلْجَدِّ مِنْكَ اَلْجَدُّ

Wahai Rabb yang patut dipuji dan diagungkan, yang paling berhak dikatakan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tiada pula yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Kekayaan seseorang tiada akan memberinya manfaat (selain iman dan amal baik), hanya dari-Mu juga kekayaan itu.” (HR Muslim)

Sepenuh langit, sepenuh bumi.” Yaitu, Engkau wahai Rabb kami patut dipuji dengan pujian sepenuh langit, bumi, dan ruang yang ada di antara keduanya. Dia patut menerima semua pujian itu.

Bacaan Makmum ketika Bangun dari Rukuk

Sementara itu, pada saat bangun dari rukuk sebelum tegak berdiri, makmum mengucapkan,

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Ya Rabb kami, dan bagimu segala pujian.”

Makmum pada saat bangun dari rukuk sebelum berdiri dengan tegak mengucapkan, “Rabbana wa lakal hamd.” Bukan mengucapkan, “Sami’allahu liman hamidah.” Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِذَا قَالَ، أَي، الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا رَبَّنَاوَلَكَ الْحَمْدُ

Apabila ia (yaitu imam) mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ maka ucapkanlah, ‘Rabbana wa lakal hamd.’” (HR al-Bukhari)

Boleh juga menambahkan bacaan tersebut dengan bacaan yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam posisi berdiri itu.

Dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Suatu hari kami salat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau bangun dari rukuk, beliau mengucapkan, “Sami’allahu liman hamidah.” Seseorang yang berada di belakang beliau mengucapkan,

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Ya Rabb kami, bagi-Mu segala pujian, pujian yang banyak, baik, dan penuh berkah.”’

Seusai salat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Siapa yang berbicara tadi?”

Orang itu menjawab, “Aku.”

Beliau bersabda, “Aku melihat tiga puluh sekian malaikat berebutan tentang siapa di antara mereka yang akan mencatatnya lebih dahulu.” (HR al-Bukhari dan an-Nasa-i)

Posisi Tangan ketika Berdiri I’tidal, Tegak

Tata cara selanjutnya adalah meletakkan kedua tangan seperti pada saat sebelum rukuk.

Sebagian ahli ilmi berkata, “Kedua tangan dilepas, tidak diletakkan di dada. Hanya saja, pendapat ini tidak didukung hujah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Sebagian ulama lainnya berkata, “Ia boleh memilih meletakkan tangan di dada atau melepasnya.”

Ketika terjadi perbedaan pendapat, sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penentu keputusan. Sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa kalian meletakkan tangan kalian di posisi seperti saat sebelum kalian rukuk. Artinya, setelah rukuk kalian mendekap kedua tangan. Dalilnya adalah hadis dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri ketika salat.” (HR al-Bukhari)

Aspek dalil dari hadis ini adalah pengamatan dan penelitian. Sahal bin Sa’id berkata, “Orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kiri di atas lengan tangan kiri ketika salat.” Ini mencakup seluruh salat, kecuali bagian-bagian yang dikecualikan oleh sunah, yaitu rukuk, sujud, dan duduk. Sebab, saat rukuk kedua tangan diletakkan di atas kedua lutut, saat sujud kedua tangan diletakkan di tanah, dan saat duduk kedua tangan diletakkan di atas paha atau lutut. Dengan demikian, saat berdiri sebelum dan setelah rukuk posisi tangan termasuk dalam keumuman perkataan Sahal bin Sa’ad, “Orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan tangan kiri di dalam salat.”

Jadi, meletakkan kedua tangan di dada setelah bangun dari rukuk seperti pada posisi sebelum rukuk lebih mendekati sunah.

Catatan:

Aku melihat sebagian orang di Masjidil Haram mengangkat tangan saat bangun dari rukuk dengan posisi seperti berdoa meniru kunut pada rakaat terakhir. Karena kias yang keliru ini, mereka menerapkannya secara umum di rakaat terakhir dan rakaat sebelumnya, tetapi ini keliru. Tidak ada ketentuan mengangkat kedua tangan (seperti berdoa) setelah rukuk.

Baca juga: MENGUCAPKAN SURAT AL-QUR’AN SEUSAI AL-FATIHAH

Baca juga: POSISI KAKI SAAT BERDIRI

Baca juga: RUKUK DAN TATA CARANYA

Baca juga: ZIKIR-ZIKIR SAAT RUKUK

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih