Di antara budi pekerti yang diserukan dan dianjurkan oleh syariat adalah akhlak yang baik yang merupakan karunia Allah Ta’ala yang paling besar bagi hamba-hamba-Nya. Firman Allah Ta’ala tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam: 4)
Dari Abi Darda radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ يُوضَعُ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ
“Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan salat.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Lihat Sahih al-Jami’)
Berakhlak baik harus mencakup berbagai aspek kehidupan seorang muslim, baik dalam perkataan, perbuatan, ibadah kepada Rabbnya, maupun muamalah dengan sesama makhluk.
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS al-Isra’: 53)
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنً
“ …serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS al-Baqarah: 83)
Allah Ta’ala berfirman:
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antara dirimu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS Fushilat: 34)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar bersabar ketika marah dan bersikap santun ketika tidak mengetahui, dan memberi maaf ketika orang lain berbuat jahat kepadanya. Jika mereka melakukan hal itu, niscaya Allah Ta’ala menjaga mereka dan menundukkan musuh-musuh mereka.”
Di antara wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kedua sahabatnya yang mulia Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma adalah,
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ. وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا. وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah dimana saja kalian berada, ikutilah setiap perbuatan buruk dengan perbuatan baik yang dapat menghapuskannya, dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR at-Tirmidzi dan dia berkata hadis hasan sahih)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam manyatukan bertakwa kepada Allah dan berakhlak baik. Bertakwa kepada Allah dapat memperbaiki hubungan antara hamba dan Rabbnya, dan akhlak yang baik dapat memperbaiki hubungan antara seorang hamba dan hamba yang lain. Maka bertakwa kepada Allah dapat mendatangkan kecintaan Allah, dan akhlak yang baik dapat menghadirkan kencintaan orang lain.”
Tidak akan sempurna iman seseorang sehingga ia diberi taufik untuk berakhlak baik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah mukmin yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR at-Tirmidzi dan dia berkata hadis hasan sahih)
Sebagian ulama salaf berkata, “Akhlak yang baik ada dua. Pertama, akhlak baik terhadap Allah, yaitu menyadari bahwa apa yang datang dari dirimu membutuhkan permintaan maaf, dan apa yang datang dari Allah menuntut syukur. Kedua, akhlak baik terhadap manusia yang terwujud melalui dua hal, yaitu berbuat baik kepada orang lain dengan perbuatan dan perkataan, dan menahan diri dari berbuat buruk dengan perbuatan dan perkataan.”
Siapapun yang berkomitmen dengan perkara ini akan sampai kepada tingkat al-amilin (orang yang mampu mengamalkan).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan kebaikan akhlaknya akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan orang yang salat.” (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim. Disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Maka, barangsiapa ingin meraih akhlak yang mulia, hendaklah dia mengikuti akhlak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku telah mengabdi kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Selama itu aku tidak tidak pernah mendengar beliau mengatakan “ah” kepadaku. Beliau tidak pernah mengatakan terhadap apa yang aku lakukan, “Mengapa engkau melakukan ini?” Beliau tidak pernah mengatakan terhadap apa yang aku tinggalkan, “Mengapa engkau meninggalkan itu?” (HR at-Tirmidzi. Sanadnya dari ash-Shahihain)
Dari Atha bin Yasar, dia berkata: Aku telah bertemu dengan Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, dan aku meminta darinya, “Katakanlah kepadaku sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam kitab Taurat!” Abdullah menjawab, “Baik, sesungguhnya beliau disifati di dalam Taurat dengan sebagian sifat yang disebutkan di dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا
“Wahai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.” (QS al-Ahzab: 45)
Maksud ayat ini adalah bahwa engkau diutus bagi kaum yang tidak bisa membaca dan menulis. Engkau adalah hamba dan utusan-Ku. Aku menamakan engkau dengan al-mutawakkil (orang yang berserah diri), tidak keras dan tidak kasar, tidak pula membuat keributan di pasar-pasar, tidak membalas yang buruk dengan yang buruk, namun memberi maaf dan ampunan. Dan Aku tidak akan mencabut nyawamu sehingga meluruskan agama yang bengkok sampai mereka bersaksi, “Tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan Allah membuka dengannya mata-mata yang buta, telinga-telinga yang tuli, dan hati-hati yang tertutup.” (HR al-Bukhari)
Abdullah bin Mubarak berkata, “Akhlak yang baik adalah wajah berseri, berbuat baik kepada orang lain, menahan dari berbuat buruk kepada orang lain, dan bersabar terhadap keburukan orang lain. Seorang muslim pasti pernah mengalami berbagai peristiwa dalam kehidupannya. Jika ia tidak berakhlak baik, niscaya ia gagal dalam menghadapi kehidupan ini.
Di antara kaidah dalam masalah ini adalah kamu tidak tergesa-gesa mencela orang lain yang berbuat buruk kepadamu atau meremehkanmu. Hendaklah kamu memperlakukannya dengan sikap berbaik sangka kepadanya dan mencari peluang untuk bisa memaafkannya. Sebaliknya, kamu jangan mengucapkan perkataan dan melakukan perbuatan yang menyebabkan kamu menyesal dan meminta maaf kepadanya di kemudian hari.”
Di dalam sebuah riwayat dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكَ وَكُلُّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُبِهِ
“Jauhkanlah dirimu dari perkara yang memalukanmu!” (Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah)
Di antara bentuk akhlak baik yang memberikan buah yang manis adalah sebagaimana diriwayatkan bahwa seorang laki-laki menemui Ali bin al-Husain, kemudian mencelanya. Melihat itu, al-Ubaid marah kepadanya. Namun Ali berkata, “Tahanlah dirimu!” Dia mendekati laki-laki itu dan berkata kepadanya, “Keburukan kami yang tidak kamu ketahui lebih banyak lagi. Apakah kamu memiliki keperluan yang bisa kami bantu?” Laki-laki itu pun merasa malu. Lalu Ali memberi sebuah selendang kahmisah yang sebelumnya dipakainya dan memerintahkan untuk memberi seribu dinar kepadanya. Laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau termasuk anak cucu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Baca juga: MALU TERMASUK AKHAK MULIA
Baca juga: MEMBERI SYAFAAT KEPADA ORANG LAIN
Baca juga: MEMPERBAIKI HUBUNGAN
(Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi)