AGAMA ISLAM MUDAH

AGAMA ISLAM MUDAH

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ. وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ إِلَّا غَلَبَهُ. فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا. وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

Sesungguhnya agama ini mudah. Tidaklah seseorang mempersulit diri dalam urusan agama melainkan ia akan kalah. Maka, tepatkanlah, dekatkanlah, dan bergembiralah. Mintalah tolong kepada Allah di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari.” (HR al-Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan,

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا. وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنَ الدُّلْجَةِ. وَالقَصْدَ، القَصْدَ تَبْلُغُوا

Tepatkanlah dan dekatkanlah. Bergembiralah di waktu pagi dan sebagian malam hari. Bersahajalah! Bersahajalah! Niscaya kalian akan sampai ke tujuan.” (HR al-Bukhari)

PENJELASAN

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya agama ini mudah.” Maksudnya, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pemeluknya mudah dilaksanakan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” (QS al-Baqarah: 185)

dan firman Allah Ta’ala ketika memerintahkan untuk berwudu, mandi wajib, dan tayamum jika tidak ada halangan:

مَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ

Allah tidak hendak menyulitkan kalian.” (QS al-Maidah: 6)

وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ

Dan berjihadlah kalian di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” (QS al-Hajj: 78)

Semua dalil ini menunjukkan bahwa agama ini mudah.

Jika kita renungkan ibadah-ibadah yang kita lakukan sehari-hari secara lebih dalam, kita dapati bahwa ibadah-ibadah itu mudah. Salat fardu mudah, terbagi ke dalam waktu-waktu, bersuci terlebih dahulu untuk menyucikan badan, kemudian menyucikan hati dengan mengucapkan setelah berwudu,

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang hak selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan membersihkan diri.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Disahihkan oleh Syekh al-Albani)

Kalau kita renungkan kewajiban zakat, sungguh zakat itu mudah. Zakat tidak wajib kecuali untuk harta yang berkembang, seperti harta perniagaan atau yang satu hukum dengannya, seperti emas dan perak walaupun tidak bertambah. Adapun harta yang digunakan seperti kendaraan, rumah, tempat tidur dan barang lain yang dipakai untuk diri sendiri tidak terkena zakat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ

Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat pada budak dan kudanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Kewajiban zakat sangat sedikit, hanya dua setengah persen. Membayar zakat tidak akan mengurangi harta pokok, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Tidaklah harta berkurang karena sedekah.” (HR Muslim)

Bahkan sebaliknya zakat menambah keberkahan dan menyucikan harta.

Puasa juga mudah. Allah Ta’ala tidak mewajibkan puasa setahun atau seperempat tahun. Allah Ta’ala hanya mewajibkan puasa satu bulan dari dua belas bulan. Orang yang sakit atau dalam perjalanan diperbolehkan berbuka. Mereka yang tidak bisa berpuasa selamanya diperbolehkan menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkannya.

Haji juga sangat mudah dikerjakan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali lmran: 97)

Orang yang fisiknya tidak mampu boleh mewakilkan kepada orang lain untuk menunaikan haji. Tetapi, jika keduanya tidak mampu, maka jatuhlah kewajibannya.

Kesimpulannya adalah bahwa agama ini mudah: mudah dari sumbernya dan mudah karena terdapat banyak keringanan jika ada alasan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Imran bin Hushain,

صَلِّ قَائِمًا. فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ، فَقَاعِدًا. فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ، فَعَلَى جَنْبٍ

Salatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan duduk. Jika tidak mampu juga, maka dengan berbaring.” (HR Muslim)

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mempersulit diri dalam urusan agama melainkan ia akan kalah.” Tidak seorang pun yang mempersulit dirinya dalam melaksanakan syariat agama kecuali dia akan kalah dan jenuh, setelah itu bosan dan akhirnya meninggalkannya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ

Binasalah orangorang yang berlebih-lebihan.” (HR Muslim)

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka tepatkanlah, dekatkanlah, dan bergembiralah.”

 Tepatkanlah.’ Artinya kerjakanlah amalan dengan tepat dan benar. Jika tidak mampu seperti itu ‘dekatkanlah.’ Artinya kerjakanlah amalan yang mendekati sempurna. ‘Bergembiralah.’ Artinya, jika dapat mengerjakan dengan tepat dan benar atau mendekati sempurna, maka bergembiralah dengan pahala yang besar dan pertolongan dari Allah.

Kalimat seperti ini sering digunakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberi kabar gembira kepada para sahabatnya. Oleh karena itu, setiap orang sebaiknya berusaha menyampaikan kabar gembira kepada saudaranya, minimal dengan wajah ceria.

Di antaranya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kabar gembira kepada para sahabat bahwa pada Hari Kiamat Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Adam!” Adam menjawab, ‘‘Ya! Aku memenuhi perintah-Mu.” Allah berfirman, “Keluarkanlah dari anak cucumu orang yang akan dikirim ke dalam Neraka.” Adam berkata, “Ya Rabb, berapa orang yang akan dikirim ke dalam Neraka?” Allah berfirman, “Dari setiap seribu orang akan dikirim sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang ke dalam Neraka dan hanya satu orang yang masuk Surga.”

Hal itu membuat para sahabat keberatan. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah dari kami yang termasuk satu orang itu?” Beliau menjawab, “Bergembiralah kalian. Sesungguhnya kalian berada di antara dua umat yang kebanyakan dari mereka adalah Yakjuj dan Makjuj.” Rasulullah melanjutkan, “Sungguh, aku berharap kalian menjadi seperempat, sepertiga, bahkan setengah penghuni Surga.” Kemudian para sahabat mengucapkan takbir sebagai ungkapan kegembiraan karena Rasulullah bersabda, “Bergembiralah kalian.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Demikianlah! Hendaklah kita menyampaikan kabar gembira kepada saudara kita semampunya. Akan tetapi, terkadang menyampaikan peringatan lebih pantas daripada menyampaikan kabar gembira, seperti kepada orang yang tidak melakukan kewajiban atau melanggar larangan.

Kita harus melakukan segalanya dengan hikmah. Tetapi hendaklah berita gembira lebih banyak diberikan daripada peringatan. Misalnya, seseorang datang kepadamu dan berkata bahwa dia sering berbuat maksiat, bahkan dosa besar. Ia bertanya, apakah tobatnya diterima jika dia bertobat? Maka kamu harus menjawab, “Bergembiralah, sebab jika kamu bertobat, Allah akan mengampunimu.” Dengan demikian kamu telah membuatnya senang dan tidak berputus asa untuk mendapatkan rahmat Allah.

Kesimpulannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita melaksanakan amalan dengan tepat dan benar. Kalau tidak bisa, kita melakukan amalan yang mendekati sempurna, dan memberi kabar gembira.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mintalah tolong kepada Allah di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari.” Artinya, minta tolonglah kepada Allah di penghujung hari, yaitu pagi dan sore, dan di sebagian malam.

Bersahajalah! Niscaya kalian akan sampai ke tujuan.” Kalimat ini mengandung pengertian bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin membuat permisalan tentang perjalanan rohani dengan perjalanan jasmani. Orang yang mengadakan perjalanan jasmani biasanya memulainya di awal siang, di akhir siang atau di sebagian waktu malam, karena waktu-waktu ini sangat baik untuk memulai perjalanan. Demikian pula dengan kalimat ini. Beliau menginginkan awal siang dan akhir siang menjadi waktu untuk bertasbih, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ؛ وَّسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS al-Ahzab: 41-42)

Begitu juga malam hari untuk salat malam.

Yang jelas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar tidak menjadikan seluruh waktu untuk beribadah. Kalau tidak demikian, kita akan jenuh dan letih dan akhirnya meninggalkan ibadah.

Baca juga: MEMPERBANYAK JALAN KEBAIKAN

Baca juga: MENGAPA HARUS BERILMU?

Baca juga: SYARAT DITERIMANYA AMAL

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Serba-Serbi